[vc_row][vc_column][vc_text_separator title=”Kerjasama Bagi Hasil Mudharobah” color=”juicy_pink”][/vc_column][/vc_row][vc_row][vc_column][vc_column_text]Sejak awal Amazy didirikan tahun 2007 sudah mulai menganut sistem franchise dalam mengembangkan jaringan gerai waralaba restoran dan waralaba fried chicken dan dapat berkembang dengan pesat hingga lebih dari 32 kota di seluruh Indonesia. Dalam perjalanan selama lebih dari 13 tahun kerjasama franchise Amazy ini telah melalui banyak liku-liku dan naik turun hubungan antara franchisor dengan franchise. Ada franchisee yang komitmen dan bersungguh-sungguh menjalankan bisnisnya hingga bisa terus berkembang sampai saat ini dan bisa bertumbuh dari 1 gerai menjadi 3 atau 4 gerai, ada yang puas dengan 1 gerai saja, ada yang berhenti kerjasama setelah 5 tahun, dan sebagian ada yang mundur di tengah jalan alias gagal.
Dari hasil analisa yang dilakukan oleh manajemen Amazy, faktor terbesar kenapa franchisee tidak bisa berkembang adalah kemampuan franchisee dalam menjalankan operasional gerai, sebagian besar tidak mau terlibat secara langsung untuk belajar bagaimana seharusnya franchisee menimba ilmu dari franchisor sehingga dapat sukses dalam usahanya. Selain itu juga kemampuan manajerial mengelola SDM agar bisa bekerja secara disiplin dan konsisten dalam memberikan produk dan layanan terbaik kepada para pelanggan. Sebagian lagi franchisee semangat tinggi di 1 atau 2 tahun pertama saja, selepas itu sudah mulai kendur sehingga penjualan outletnya juga jadi merosot.
Selain permasalahan di pihak franchisee, manajemen Amazy juga mencoba mempelajari apakah konsep kerjasama franchise ini, apakah sistemnya sudah sesuai syariat Islam. Setelah dipelajari, ternyata ditemukan beberapa hal yang tidak sesuai syariat.
Pertama adalah, Pihak terwaralaba telah membayar uang sewa hak intelektual dan berbagai layanan yang diberikan oleh pewaralaba (franchisor) berupa franchise fee. Dengan demikian, seharusnya ia tidak lagi memungut bagi hasil bulanan dari keuntungan pihak terwaralaba. Adanya pungutan fee bulanan ini (royalty fee), menjadikan nominal nilai sewa hak-hak intelektualnya tidak jelas, atau yang disebut dengan gharar. Dan kita telah mengetahui bahwa adanya gharar (ketidak-jelasan) pada suatu akad menjadikannya terlarang dalam syariat. “Bahwasannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual-beli yang bersifat untung-untungan (gharar).” (HR. Muslim)
Yang kedua, royalty fee yang diambil pewaralaba dihitung dari keuntungan kotor, bukan dari keuntungan bersih. Ketentuan ini sudah barang tentu sangat membebani pihak terwaralaba.
Berdasarkan kondisi seperti diatas, maka manajemen Amazy terus mempelajari sistem apa yang cocok sesuai syariat Islam. Akhirnya Amazy menemukan sistem yang sudah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW yaitu kerjasama bagi hasil Mudharabah. [/vc_column_text][vc_row_inner][vc_column_inner width=”1/2″][vc_btn title=”Lihat Hikmah disyariatkan akad kerjasama Mudharabah” shape=”round” color=”juicy-pink” link=”url:https%3A%2F%2Fdemo.limamultimedia.com%2Famazy%2Fhikmah-disyariatkan-akad-kerjasama-mudharabah%2F|||”][/vc_column_inner][vc_column_inner width=”1/2″][vc_btn title=”Lihat Kerjasama bagi hasil Mudharabah baru di wilayah Jabodetabek” shape=”round” color=”juicy-pink” link=”url:https%3A%2F%2Fdemo.limamultimedia.com%2Famazy%2Fkerjasama-bagi-hasil-mudharabah-baru-di-wialayah-jabodetabek%2F|||”][/vc_column_inner][/vc_row_inner][vc_btn title=”Ilustrasi bagi hasil Mudharabah” color=”juicy-pink” link=”url:https%3A%2F%2Fdemo.limamultimedia.com%2Famazy%2Filustrasi-bagi-hasil-kerjasama-mudharabah%2F|||”][/vc_column][/vc_row]